Table of Contents
Pemanis buatan telah lama digunakan sebagai alternatif rendah kalori untuk gula. Meskipun kebanyakan mengandung sedikit kalori, pemanis ini jauh lebih manis dibandingkan gula, sehingga hanya diperlukan sedikit untuk memberikan rasa manis yang sama dalam makanan dan minuman.
Penelitian telah mengaitkan konsumsi pemanis buatan dengan berbagai kondisi kesehatan, termasuk masalah pencernaan, gejala neurologis, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Kini, sebuah studi baru menemukan bahwa aspartam dapat memicu lonjakan insulin pada tikus yang berkontribusi terhadap pembentukan plak lemak di arteri—faktor risiko utama serangan jantung dan stroke.
Pemanis Buatan dalam Makanan Sehari-hari
Pemanis buatan banyak digunakan dalam makanan dan minuman, terutama produk yang dipasarkan sebagai bebas gula atau diet. Beberapa produk yang sering mengandung pemanis buatan meliputi:
- Makanan yang dipanggang
- Minuman ringan
- Permen
- Puding
- Makanan kaleng
- Selai dan jeli
- Produk susu
FDA telah menyetujui enam pemanis buatan untuk digunakan dalam makanan, yaitu aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralosa, neotam, dan advantam. Selain digunakan dalam makanan manis, pemanis ini juga ditemukan dalam produk gurih seperti makanan siap saji, saus tomat, saus, dan bahkan roti.
Aspartam adalah salah satu pemanis buatan yang paling umum digunakan. Dikenal dengan berbagai merek dagang seperti Nutrasweet®, Equal®, dan Sugar Twin®, aspartam 200 kali lebih manis daripada gula. Meskipun mengandung kalori, jumlah yang dibutuhkan untuk memberikan rasa manis yang sama jauh lebih sedikit dibandingkan gula.
Artikel Lainnya : Suplemen Omega-3 Harian dan Olahraga Teratur Dapat Memperlambat Penuaan
Dampak Pemanis Buatan terhadap Kesehatan
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pemanis buatan dapat memiliki efek kesehatan yang merugikan, terutama jika dikonsumsi dalam jumlah besar dan dalam jangka panjang. Beberapa masalah kesehatan yang telah dikaitkan dengan pemanis buatan meliputi:
- Gangguan sistem pencernaan
- Sakit kepala dan perubahan rasa
- Peningkatan risiko diabetes tipe 2
- Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
Studi terbaru yang meneliti efek aspartam pada tikus memberikan bukti lebih lanjut bahwa pemanis ini dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Studi ini menemukan bahwa aspartam memicu lonjakan insulin—hormon yang mengatur kadar glukosa darah—yang berkontribusi terhadap pembentukan plak lemak di arteri (aterosklerosis).
Penemuan Penting dari Studi Terbaru
Penelitian yang diterbitkan dalam Cell Metabolism ini menunjukkan bahwa konsumsi aspartam meningkatkan risiko aterosklerosis melalui jalur inflamasi yang dimediasi oleh insulin. Menurut Dr. Christopher Yi, seorang ahli bedah vaskular dari MemorialCare Orange Coast Medical Center, studi ini memberikan bukti kuat bahwa konsumsi aspartam berkontribusi terhadap peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Para peneliti memberi makan tikus jantan dan betina dengan makanan yang mengandung 0,15% aspartam setiap hari selama 12 minggu. Jumlah ini setara dengan konsumsi tiga kaleng (sekitar 1 liter) minuman soda diet per hari pada manusia.
Hasil studi ini dibandingkan dengan dua kelompok tikus lainnya:
- Tikus yang diberi makan tanpa aspartam
- Tikus yang diberi makan dengan 15% gula (sukrosa)
Sepanjang penelitian, kadar insulin tikus terus dipantau, dan kesehatan pembuluh darah mereka dinilai pada minggu ke-4, ke-8, dan ke-12.
Lonjakan Insulin Setelah Konsumsi Aspartam
Dalam waktu 30 menit setelah mengonsumsi aspartam, kadar insulin pada tikus meningkat secara signifikan. Para peneliti mencatat bahwa hal ini tidak mengejutkan, mengingat adanya reseptor pendeteksi rasa manis di mulut, usus, dan jaringan lain pada tikus dan manusia.
Reseptor ini berperan dalam memandu pelepasan insulin setelah mengonsumsi gula. Karena aspartam 200 kali lebih manis daripada gula, pemanis ini tampaknya memanipulasi reseptor untuk melepaskan insulin dalam jumlah yang jauh lebih tinggi.
Tidak hanya langsung setelah konsumsi, kadar insulin pada tikus yang mengonsumsi aspartam tetap tinggi dalam jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi aspartam dalam jangka panjang dapat menyebabkan resistensi insulin, yang secara signifikan meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Kerusakan Pembuluh Darah akibat Lonjakan Insulin
Insulin mempengaruhi banyak jenis sel dalam tubuh, termasuk sel otot, jaringan adiposa (lemak), hati, otak, dan sel endotel yang melapisi pembuluh darah.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa resistensi insulin dapat menyebabkan disfungsi sel endotel, yang dapat merusak pembuluh darah. Studi terbaru ini memberikan lebih banyak bukti yang mendukung temuan tersebut.
Menurut Dr. Yi, studi ini mendukung hipotesis bahwa pemanis buatan, terutama aspartam, dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2. Data menunjukkan bahwa aspartam memicu lonjakan insulin melalui aktivasi sistem parasimpatis, yang menyebabkan hiperinsulinemia kronis. Hal ini kemudian meningkatkan produksi CX3CL1, sinyal imun yang menarik sel inflamasi dan memperburuk pembentukan plak di arteri.
Setelah 4 minggu mengonsumsi aspartam, tikus mulai mengembangkan plak aterosklerosis di arteri mereka, yang terus meningkat pada minggu ke-8 dan ke-12. Sementara itu, tikus yang diberi makan sukrosa baru mulai menunjukkan plak aterosklerosis pada minggu ke-12, meskipun mereka mengalami peningkatan berat badan dan lemak.
Membatasi Konsumsi Aspartam untuk Kesehatan yang Lebih Baik
Penulis utama studi ini, Dr. Yihai Cao dari Karolinska Institute di Swedia, mengatakan bahwa penemuan CX3CL1 sebagai faktor penyebab plak aterosklerosis tidak terduga. Namun, temuan ini bisa menjadi langkah awal dalam pengembangan obat yang lebih efektif untuk mengatasi masalah ini.
Menurut Dr. Yi, penelitian ini menunjukkan bahwa mengganti gula dengan pemanis buatan tidak serta-merta mengurangi risiko gangguan metabolik. Konsumsi jangka panjang pemanis buatan tetap berisiko menyebabkan resistensi insulin dan peradangan yang berdampak buruk pada kesehatan jantung.
Sebagai tindakan pencegahan, individu yang berisiko terkena penyakit kardiovaskular atau resistensi insulin disarankan untuk membatasi konsumsi pemanis buatan. Meskipun FDA menganggap aspartam aman jika dikonsumsi dalam jumlah moderat, studi ini menyoroti potensi risiko jangka panjang yang terkait dengan konsumsi yang sering.
Dr. Yi menambahkan bahwa pemanis buatan bukanlah zat yang netral secara metabolik. Mereka dapat memiliki efek mendalam terhadap regulasi insulin dan respons inflamasi tubuh. Sampai lebih banyak penelitian pada manusia mengonfirmasi temuan ini, pendekatan yang lebih seimbang—dengan mengutamakan makanan alami dan mengurangi zat tambahan buatan—adalah langkah yang bijaksana untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan.
Baca Juga : Makanan Khas Padang